Sabtu, 12 Desember 2009

Sepak Bola di Kota Tua


Sejumlah anak di Kampung Baru Bangilan, Surabaya, tengah asik bermain bola dengan latar belakang rumah kuno. Sebagai kota metropolis yang tak memiliki aset wisata yang mumpuni, keberadaan sejumlah bangunan bersejarah di kota Surabaya menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi para turis yang datang, baik yang lokal maupun mancanegara.

Selasa, 08 Desember 2009

Kampoeng Batik Jetis



Bak penari yang lincah menari-nari, jari-jari tangan sejumlah perempuan di kampung Jetis, Sidoarjo itu meliuk-liuk di atas sehelai kain putih.
Cairan malam yang meleleh dari ujung canting seketika itu juga menutupi arsiran serangkaian motif di atasnya. Sabar dan teliti. Puluhan, ratusan, bahkan ribuan kain putih yang semula tampak biasa itu berubah menjadi kain untuk busana dengan nilai seni yang tinggi. Kain batik tulis.

Aktivitas perbatikan di kota udang itu sebenarnya telah ada sejak 1675 silam. Keberlangsungannya yang masih tetap bertahan hingga sekarang bukannya mulus tanpa halangan. Industrialisasi, budaya instan seperti membuat batik cap, juga ikut andil menjadi alasan mengapa batik tulis di Jetis kurang diminati kaum muda-mudinya.
Permodalan yang besar seringkali membuat para pengrajin dan pengusaha batik tulis di Jetis gulung tikar.

"Kalau ada Bank atau tempat pinjaman uang dengan bunga yang sangat rendah, saya beserta istri berani untuk mulai membuat batik lagi," kata Ichyak Ulumuddin (37), warga Jetis, Lemah Putro, Kecamatan Sidoarjo.

Meski nama batik Jetis tak begitu populer jika dibandingkan batik Pekalongan, batik Jetis tetaplah batik Jetis. Corak warnanya yang mencolok akan menjadi ciri khas tersendiri bagi khasanah batik yang tumbuh kembang dan menjadi tradisi bagi masyarakat di Indonesia.








Rambu Untuk Makhluk Halus

Rambu-rambu lalu lintas yang banyak bertebaran di jalan raya memang sengaja diciptakan. Tujuannya, tentu saja sebagai pemberitahuan, atau semacam wanti-wanti kepada para pengguna jalan (baca: orang) agar selalu waspada dan lebih berhati-hati saat melintas di ruas jalan raya. Namun, ternyata tidak selamanya rambu-rambu lalu lintas itu berlaku untuk orang saja. Contohnya seperti rambu yang saya temukan ini. Entah siapa yang membuatnya. Kami, yakni, saya beserta seorang teman yang melihatnya pada suatu siang itu, dibuat heran dengan rambu yang satu ini. "Kok bisa ya???" kata salah seorang teman saya itu. Dengan masih diselimuti rasa heran, kami pun langsung beringsut menuju Sarkam, sembari memperlihatkan barisan gigi dan suara gelak tawa yang meski hanya sekejab dapat melupakan panasnya terik matahari waktu itu.

Minggu, 29 November 2009

Rumah Indekos Para Pemberontak

Sebuah catatan kecil dari sebuah gang kecil di pelosok kota Surabaya.

rumah indekos para 'pemberontak'

Selasa, 30 Juni 2009

Mengaji Yuk

Mengaji. Memang semestinya tak hanya membaca hurufnya saja. Mengaji seharusnya juga memahami makna dan mewujudkannya dalam aksi nyata. Tapi bagi sebagian orang, mengaji itu membiasakan diri. Menggerakkan mulut dan membasahi bibir dengan kalimat-kalimat suci. Agar bergetar dadamu..Supaya Al Quran tertanam di Hatimu.


Mujammik (27) mendekat ke jendela untuk mencari cahaya supaya dapat membaca Al Quran miliknya. Aktivitas itu biasa ia lakukan hampir setiap sore, tatkala matahari perlahan mulai tenggelam di ufuk barat.

Senin, 30 Maret 2009

Para Wali Di Pesisir Pantai Kenjeran

Semilir angin berhembus menyelingi debur ombak yang bergemuruh menghantami bebatuan di sepanjang pesisir pantai Kenjeran. Dari dalam sebuah bangunan, sayup-sayup terdengar suara lantunan ayat-ayat suci Al-Quran. Di ujung timur kota Surabaya itu, tepatnya kampung Nambangan, dua orang waliyullah, Syekh Umar Sumbawa dan KH Hasbullah, telah dikebumikan.

Syekh Umar sendiri adalah seorang saudagar kaya dan sekaligus penyebar agama Islam di Sumbawa pada abad 18. Jasad Syekh Umar ditemukan oleh para nelayan mengambang dan terdampar di pesisir pantai Kenjeran. Mereka kemudian mencoba mengembalikan jasad itu ke tangah laut hingga empat kali. Namun entah kenapa jasad itu kembali lagi ke bibir pantai.

KH Hasbullah yang mengetahui kejadian itu kemudian mengatakan kepada para nelayan, bahwa jasad yang mereka temukan itu minta dikebumikan di wilayah itu. Karena peristiwa itulah kampung para nelayan yang terletak di pesisir pantai Kenjeran itu dinamai Nambangan.

Karamah yang dimiliki kedua waliyullah ini masih bisa dirasakan hingga sekarang, setidaknya bagi masyarakat yang tinggal di kampung Nambangan. Karenanya, tak heran jika setiap harinya ada saja orang datang berziarah.

Para peziarah itu bukan mengharap kebahagiaan materi, tetapi barokah sang wali dan ketentraman hati. “Saya sudah seminggu lebih di sini, untuk mengharap barokah para wali dan membersihkan hati,” kata Syamsul (26), peziarah asal Demak, Jawa Tengah, yang telah seminggu lebih berada di lokasi makam.



Pintu gerbang menuju makam waliyullah Syekh Umar Sumbawa dan KH Hasbullah.



Bangunan yang menjadi tempat salat (mushalla) bagi para peziarah sekaligus lokasi makam Syekh Umar Sumbawa dan KH Hasbullah.



Sebuah puing bekas menara pengintai yang dibangun oleh pemerintah Belanda pada masa penjajahan.



Seorang peziarah membaca syi'ir yang senantiasa dibaca ketika berziarah ke makam Syekh Umar Sumbawa dan KH Hasbullah.



Makam Kedua Waliyullah Syekh Umar Sumbawa dan KH Hasbullah.



Syamsul (26), peziarah asal Demak, Jawa Tengah, yang telah seminggu lebih berada di makam untuk berdzikir dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, Sang Pencipta Alam Semesta.


Sejumlah peziarah memanfaatkan cahaya lilin sebagai penerangan pada malam hari. Lokasi makam yang temaram membuat sejumlah peziarah itu bertambah khusuk dalam berdzikir.

Kamis, 15 Januari 2009

Sarkam; warung kopi yang tak pernah sepi

Keberadaan masjid dan makam sunan Ampel ternyata membawa berkah rezeki bagi masyarakat yang tinggal dan berjualan di jalan serta perkampungan di sekitarnya. Sejumlah warung bahkan pedagang kaki lima dengan hidangan aneka makanan dan minumannya menghiasi hampir setiap ruas jalan menuju pelataran masjid dan makam sunan Ampel. Sarkam adalah salah satunya. Warung yang terletak di kompleks pertokoan pasar Ampel itu tak pernah sepi dikunjungi pembeli. Mereka yang datang bahkan rela antri setelah menempuh jarak yang jauh demi menikmati secangkir kopi. Ya, itu karena menu utama warung yang satu ini berupa secangkir kopinya yang khas.

Warung sarkam didirikan pertama kali oleh Alm.Abu Sofyan pada tahun 1957. Saat itu warung kopi sarkam berdiri di tepi jalan Nyamplungan tepat di depan lokasi Pasar Ampel yang kini telah berubah menjadi lahan parkir. Nama sarkam merupakan singkatan dari pasar kambing. Lokasi warung yang sejak dulu memang bersebelahan dengan pusat pasar daging kambing itulah yang kemudian membuat warung ini terkenal dengan sebutan warung sarkam.

Kualitas serta cita rasa kopinya yang terjaga membuat warung kopi ini tetap bertahan dari tahun ke tahun. Sajian secangkir kopi buatannya selalu mendapat tempat di hati para pecandu minuman berkafein itu. Sejumlah pelanggannya bahkan rutin mendatangi warung yang kini diteruskan oleh keempat putera Alm. Abu Sofyan itu. “Saya sudah 13 tahun langganan kopi di sini. Kopinya enak dan cocok buat saya,” kata Luthfi, warga Nyamplungan 9 yang setiap hari mendatangi warung sarkam dengan bersepeda.

Kopi sarkam bisa dipesan sesuai porsi permintaan. Untuk ukuran gelas kecil harganya cuma 1000 rupiah, sedangkan untuk ukuran gelas tanggung dan besar masing-masing seharga 1500 dan 2000 rupiah saja. Selain dapat dihidangkan seperti layaknya kopi biasa, kopi sarkam juga dapat disajikan dengan dicampur ramuan Ma’jun – ramuan yang terbuat dari campuran jahe, madu, dll - yang konon bisa meningkatkan kesehatan dan kejantanan kaum pria. Menu khas lainnya dari warung ini adalah sum-sum kambing yang juga berkhasiat menambah vitalitas para lelaki. Namun menu sum-sum kambing ini hanya tersedia di pagi hari.


Karena ke-khas-an rasa dan suasana warung yang selalu ramai itu tak heran jika seorang penulis dan fotografer asal Singapura, Zhuang Wubin pernah tiga kali singgah untuk mencicipi kopi khas bikinan sarkam. “I like the coffee, it’s good,” tuturnya pada suatu malam dengan logat Mandarinnya yang masih kental.


Aanda penasaran? Karena itu tidak ada salahnya jika suatu hari anda jalan-jalan ke taman wisata religi masjid dan makam sunan Ampel, menyempatkan diri untuk mampir dan mencicipi kopi dan hidangan khas warung sarkam ini.



Sejumlah pengunjung menunggu pesanan kopi di warung sarkam. Rata-rata penghasilan warung ini mencapai 400 hingga 500 ribu rupaih dalam setiap harinya.



Beberapa gelas kopi sarkam yang diaduk hingga berbusa. Bentuknya yang menyerupaicapucino serta rasanya yang khas membuat warung ini tak pernah sepi dikunjung pembeli.



Amrozi 33, (kiri atas) meracik kopi pesanan pelanggannya. Foto diambil dari dalam pasar daging kambing. Lokasi warung yang memang bersebelahan dengan pasar daging kambing membuatnya terkenal dengan sebutan warung sarkam (singkatan dari pasar kambing).





Tulisan arab yang menjadi identitas pasar ampel yang terletak di jalan Nyampungan, Surabaya.




Muis (28), salah satu putera Abu Sofyan. Ia dibantu dengan 7 saudaranya kini meneruskan usaha warung kopi yang telah dirintis sejak 1957.





Sejumlah pelanggan sarkam memadati bangku yang sebagian besar terbuat dari kayu jati.Kayu-kayu itu didapatkan dari wanita yang sedang hamil . Menurut kepercayaan sebagian orang Jawa, segala sesuatu yang dibeli dari wanita yang sedang hamil konon akan membawa keberuntungan bagi pemiliknya




Luthfi (31), salah seorang warga Nyamplungan 9 yang sudah 13 tahun berlangganan kopi di warung sarkam.






Sejumlah pelanggan sarkam memanfaatkan trotoar jalan karena bangku yang disediakan warung sudah tidak muat untuk menampung pembeli yang datang.

Senin, 12 Januari 2009

Untuk Palestina

Sejumlah warga di jalan Sasak, Surabaya, membuka posko untuk menggalang dana bagi korban peperangan di Palestina, Sabtu (10/1). Saat dikonfirmasi posko yang telah dibuka sejak lima hari yang lalu itu telah menghimpun dana 17 juta rupiah. Sebagian besar dana itu merupakan sumbangan dari para pengguna jalan yang melintasi di daerah itu.